“Ibu, buku apa ini?” tanya
anak-anak. “Kalian mau baca kah, enu?” jawabku. “Iya, Ibu. Boleh kami pinjam
kah?”.
***
Enu merupakan panggilan bagi
anak perempuan di Manggarai. Kami biasa memanggil mereka begitu karena
panggilan itu dianggap merupakan panggilan yang paling sopan di sini. Sengaja
memang saya membawa sebuah majalah anak-anak yang saya beli di kota kemudian
saya tunjukkan kepada anak-anak. Spontan mereka berebut untuk membaca majalah
tersebut. Terlihat raut wajah penuh antusias ketika tangan mungil mereka
membuka lembar demi lembar dari majalah tersebut. Ketika satu majalah tersebut
mulai menjadi rebutan di antara anak-anak, maka saya putuskan untuk me-rolling peminjaman majalah tersebut.
Di sekolah kami memang jarang
ada buku bacaan untuk siswa. Jangankan untuk majalah, untuk buku pelajaran yang
dipakai dalam kegiatan pembelajaran pun tidak ada. Hanya ada 1 buah buku yang
kurang layak pakai yang dibawa oleh guru untuk tiap mata pelajarannya. Perlengkapan
di dalam kelas memang sangat kurang. Meja dan kursi anak-anak sudah banyak yang
rusak. Papan tulis sudah banyak pecah/retak di sana-sini. Tidak ada satu buku pun
di dalam kelas.
Mungkin itu kali pertama mereka
membaca sebuah majalah anak-anak dalam hidup mereka. Hal yang sepele mungkin
bagi anak-anak di kota bebsar untuk membaca sebuah majalah. Namun tidak untuk
di sini. Sekolah harusnya menjadi tempat di mana anak-anak yang berada di
daerah terpencil dapat membuka mata lebih lebar dan menyadari bahwa ada banyak
hal yang mereka perlu untuk ketahui di luar sana.
Oleh: Dyah Agustin, S. Pd (Guru SM-3T V penempatan kab. Manggarai)
Oleh: Dyah Agustin, S. Pd (Guru SM-3T V penempatan kab. Manggarai)
0 komentar:
Post a Comment