Kami anak kelas dua. Kami tidak
memiliki kelas. Kami belajar setelah kelas satu selesai belajar. Pukul setengah
10 anak kelas satu pulang, kemudian kami menggunakan ruang kelas mereka untuk
belajar. Guru kami sama dengan guru kelas satu. Hanya ada satu guru untuk kelas
satu dan dua. Hanya ada satu ruang kelas pula untuk kelas satu dan dua. Kami
anak kelas dua. Kami hanya bersembilan. Itu juga kalau teman-teman kami datang
semua ke sekolah.
***
Demikian gambaran dari anak
kelas dua. Di sekolah kami ada sebuah ruang kelas yang diberi sekat untuk
tempat mengajar kelas satu dan tiga. Ya, kelas satu dan tiga. Lalu, bagaimana
dengan kelas dua? Mereka belum memiliki ruang kelas. Ruang kelas yang mereka
pakai yaitu ruang kelas satu. Sepulang anak kelas satu, anak kelas dua pun
masuk kelas.
Di sela-sela waktu mereka
menunggu jam pulang kelas satu, terkadang saya mengajak anak-anak untuk sekedar
latihan membaca buku. Di mana? Untuk tempat bisa di mana saja. Toh belajar
bukan hanya di dalam kelas saja kan? Biasanya kami mencari tempat yang teduh
untuk tempat belajar. Bisa di belakang “gedung” sekolah. Bisa juga di bawah
pohon cengkeh, duduk di atas bebatuan kecil dan mulai terdengar suara nan
nyaring anak-anak yang saya minta untuk membaca sebuah cerita di dalam buku.
Sesekali, ah bukan, seringkali saya membetulkan cara membaca mereka.
Ada buku kah? Iya, ada. Namun
kondisinya sudah banyak yang sobek, tergulung di semua bagian, dan jumlahnya
memang tidak banyak. Untuk itu, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai
dengan jumlah buku. Kemudian belajar membaca secara klasikal, baru belajar
membaca secara kelompok. Kemudian, satu persatu maju ke depan untuk membaca
bacaan mereka. Kegiatan yanng simple bukan, untuk menunggu waktu masuk kelas.
0 komentar:
Post a Comment